BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
”Bimbinglah orang yang hendak mati mengucapkan (kalimat/perkataan): “Tiada Tuhan Selain Allah” (HR.Muslim).
Tak dapat dipungkiri kematian itu tak dapat dihindari dari kehidupan sehari-hari kita. Kematian tidak pandang bulu, anak-anak, remaja maupun orang dewasa sekalipun dapat mengalami hal ini. Kita tak tahu kapan kematian akan menjemput kita. Kematian seakan menjadi ketakutan yang sangat besar di hati kita.
Proses terjadinya kematian diawali dengan munculnya tanda-tanda yaitu sakaratul maut atau dalam istilah disebut dying. Oleh karena itu perlunya pendampingan pada seseorang yang menghadapi sakaratul maut (Dying).
Sangat penting diketahui oleh kita, sebagai tenaga kesehatan tentang bagaimana cara menangani pasien yang menghadapi sakaratul maut. Inti dari penanganan pasien yang menghadapi sakaratul maut adalah dengan memberikan perawatan yang tepat, seperti memberikan perhatian yang lebih kepada pasien sehingga pasien merasa lebih sabar dan ikhlas dalam menghadapi kondisi sakaratul maut.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian diatas dapat dikemukakakan suatu rumusan masalah adalah sebagai berikut : “ Cara Menangani Pasien Yang Sakaratul Maut / Hampir Meninggal
C. TUJUAN UMUM
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam kaitannya dengan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
D. TUJUAN KHUSUS
a) Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi dan sumbangan pikiran yang bermanfaat bagi tenaga kesehatan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
b) Sebagian bahan referensi bagi penulis dan juga bagi penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
(1) Sakaratul Maut (Dying)
Sakaratul maut (dying) merupakan kondisi pasien yang sedang menghadapi kematian, yang memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal.
(2) Kematian (Death)
Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah serta hilangnya respons terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas otak atau terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap. Selain itu, dr. H. Ahmadi NH, Sp KJ juga mendefinisikan Death sebagai :
(a) Hilangnya fase sirkulasi dan respirasi yang irreversibel
(b) Hilangnya fase keseluruhan otak, termasuk batang otak
Dying dan death merupakan dua istilah yang sulit untuk dipisahkan, serta merupakan suatu fenomena tersendiri. Dying lebih ke arah suatu proses, sedangkan death merupakan akhir dari hidup. (Eny Retna Ambarwati, 2010)
(3) Cabang Ilmu Yang Berkaitan Dengan Dying
(a) Geriatri : Ilmu yg mempelajari penyakit pada lanjut usia (degeneratif).
(b) Gerontologi : Disiplin ilmu diluar/cabang geriatri yang mempelajari aspek fisik, mental, dan psikososial yang ada pada lanjut usia. Untuk menunjang pelayanan geriatri bagi penderita lanjut usia. (dr. H. Ahmadi NH, Sp KJ,2009)
(4) Penyakit Terminal
Penyakit yang sulit disembuhkan, seperti kanker stadium akhir,dll.
B. DISKRIPSI RENTANG POLA HIDUP SAMPAI MENJELANG KEMATIAN
Pandangan pengetahuan tentang kematian yang dipahami oleh seseorang berbeda-beda. Adapun seorang ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang deskripsi rentang pola hidup sampai menjelang kematian adalah Martocchio. Menurut Martocchio, rentang pola hidup sampai menjelang kematian sebagai berikut :
1) Pola puncak dan lembah.
Pola ini memiliki karakteristik periodik sehat yang tinggi (puncak) dan periode krisis (lemah). Pada kondisi puncak, pasien benar-benar merasakan harapan yang tinggi/besar. Sebaliknya pada periode lemah, klien merasa sebagai kondisi yang menakutkan sampai bisa menimbulkan depresi.
2) Pola dataran yang turun.
Karakteristik dari pola ini adalah adanya sejumlah tahapan dari kemunduran yang terus bertambah dan tidak terduga, yang terjadi selama/setelah perode kesehatan yang stabil serta berlangsung pada waktu yang tidak bisa dipastikan.
3) Pola tebing yang menurun.
Karakteristik dari pola ini adalah adanya kondisi penurunan yang menetap/stabil, yang menggambarkan semakin buruknya kondisi. Kondisi penurunan ini dapat diramalkan dalam waktu yang bisa diperkirakan baik dalam ukuran jam atau hari. Kondisi ini lazim detemui di unit khusus (ICU)
4) Pola landai yang turun sedikit-sedikit
Karakteristik dari pola ini kehidupan yang mulai surut, perlahan dan hampir tidak teramati sampai akhirnya menghebat menuju kemaut.
C. PERKEMBANGAN PERSEPSI TENTANG KEMATIAN
Di dalam kehidupan masyarakat dewasa, kematian adalah sesuatu yang sangat menakutkan. Sebaliknya, pada anak-anak usia 0-7 tahun kematian itu dalah sesuatu hal yang biasa saja, yang ada di pikirannya kematian adalah sesuatu hal yang hanya terjadi pada orang tua yang sakit. Mereka sangat acuh sekali dengan kematian.
Seiring dengan perkembangan usianya menuju kedewasaan, mereka mengerti tentang apa itu kematian. Karena itu berkembanglah klasifikasi tentang kematian menurut umur yang di definisikan oleh Eny Retna Ambarwati, yaitu :
(1) Bayi - 5 tahun.
Tidak mengerti tentang kematian, keyakinan bahwa mati adalah tidur/pergi yang temporer.
Tidak mengerti tentang kematian, keyakinan bahwa mati adalah tidur/pergi yang temporer.
(2) 5-9 tahun.
Mengerti bahwa titik akhir orang yang mati dapat dihindari.
Mengerti bahwa titik akhir orang yang mati dapat dihindari.
(3) 9-12 tahun.
Mengerti bahwa mati adalah akhir dari kehidupan dan tidak dapat dihindari, dapat mengekspresikan ide-ide tentang kematian yang diperoleh dari orang tua/dewasa lainnya.
Mengerti bahwa mati adalah akhir dari kehidupan dan tidak dapat dihindari, dapat mengekspresikan ide-ide tentang kematian yang diperoleh dari orang tua/dewasa lainnya.
(4) 12-18 tahun.
Mereka takut dengan kematian yang menetap, kadang-kadang memikirkan tentang kematian yang dikaitkan dengan sikap religi.
Mereka takut dengan kematian yang menetap, kadang-kadang memikirkan tentang kematian yang dikaitkan dengan sikap religi.
(5) 18-45 tahun.
Memiliki sikap terhadap kematian yang dipengaruhi oleh religi dan keyakinan.
Memiliki sikap terhadap kematian yang dipengaruhi oleh religi dan keyakinan.
(6) 45-65 tahun.
Menerima tentang kematian terhadap dirinya. Kematian merupakan puncak kecemasan.
Menerima tentang kematian terhadap dirinya. Kematian merupakan puncak kecemasan.
(7) 65 tahun keatas.
Takut kesakitan yang lama. Kematian mengandung beberapa makna : terbebasnya dari rasa sakit dan reuni dengan anggota keluarga yang telah meninggal
Takut kesakitan yang lama. Kematian mengandung beberapa makna : terbebasnya dari rasa sakit dan reuni dengan anggota keluarga yang telah meninggal
D. CIRI-CIRI POKOK PASIEN YANG AKAN MENINGGAL
Pasien yang menghadapi sakaratul maut akan memperlihatkan tingkah laku yang khas, antara lain :
1. Penginderaan dan gerakan menghilang secara berangsur-angsur yang dimulai pada anggota gerak paling ujung khususnya pada ujung kaki, tangan, ujung hidung yang terasa dingin dan lembab
2. Kulit nampak kebiru-biruan kelabu atau pucat
3. Nadi mulai tak teratur, lemah dan pucat
4. Terdengar suara mendengkur disertai gejala nafas cyene stokes
5. Menurunnya tekanan darah, peredaran darah perifer menjadi terhenti dan rasa nyeri bila ada biasanya menjadi hilang. Kesadaran dan tingkat kekuatan ingatan bervariasi tiap individu. Otot rahang menjadi mengendur, wajah pasien yang tadinya kelihatan cemas nampak lebih pasrah menerima
E. PENDAMPINGAN PASIEN SAKARATUL MAUT
Perawatan kepada pasien yang akan meninggal oleh petugas kesehatan dilakukan dengan cara memberi pelayanan khusus jasmaniah dan rohaniah sebelum pasien meninggal. Tujuannya yaitu, :
a. Memberi rasa tenang dan puas jasmaniah dan rohaniah pada pasien dan keluarganya
b. Memberi ketenangan dan kesan yang baik pada pasien disekitarnya.
c. Untuk mengetahui tanda-tanda pasien yang akan meninggal secara medis bisa dilihat dari keadaan umum, vital sighn dan beberapa tahap-tahap kematian
a) Pendampingan dengan alat-alat medis
Memperpanjang hidup penderita semaksimal mungkin dan bila perlu dengan bantuan alat-alat kesehatan adalah tugas dari petugas kesehatan. Untuk memberikan pelayanan yang maksimal pada pasien yang hampir meninggal, maka petugas kesehatan memerlukan alat-alat pendukung seperti :
b. Disediakan tempat tersendiri
c. Alat – alat pemberian O2
d. Alat resusitasi
d. Alat pemeriksaan vital sighn
e. Pinset
f. Kassa, air matang, kom/gelas untuk membasahi bibir
g. Alat tulis
e. Pinset
f. Kassa, air matang, kom/gelas untuk membasahi bibir
g. Alat tulis
Adapun prosedur-prosedur yang harus dilaksanakan oleh petugas dalam mendampingi pasien yang hampir meninggal, yaitu :
a. Memberitahu pada keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan
b. Mendekatkan alat
c. Memisahkan pasien dengan pasien yang lain
d. Mengijinkan keluarga untuk mendampingi, pasien tidak boleh ditinggalkan sendiri
e. Membersihkan pasien dari keringat
f. Membasahi bibir pasien dengan kassa lembab, bila tampak kering menggunakan pinset
h. Membantu melayani dalam upacara keagamaan
i. Mengobservasi tanda-tanda kehidupan (vital sign) terus menerus
j. Mencuci tangan
k. Melakukan dokumentasi tindakan
b. Mendekatkan alat
c. Memisahkan pasien dengan pasien yang lain
d. Mengijinkan keluarga untuk mendampingi, pasien tidak boleh ditinggalkan sendiri
e. Membersihkan pasien dari keringat
f. Membasahi bibir pasien dengan kassa lembab, bila tampak kering menggunakan pinset
h. Membantu melayani dalam upacara keagamaan
i. Mengobservasi tanda-tanda kehidupan (vital sign) terus menerus
j. Mencuci tangan
k. Melakukan dokumentasi tindakan
b) Pendampingan dengan bimbingan rohani
Bimbingan rohani pasien merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan kesehatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan bio-Psyco-Socio-Spritual ( APA, 1992 ) yang komprehensif, karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual ( Basic spiritual needs, Dadang Hawari, 1999 ). Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan dokter, terutama perawat untuk memenuhi kebutuhan spritual pasien.
Perawat memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual pasien. Akan tetapi, kebutuhan spiritual seringkali dianggap tidak penting oleh perawat. Padahal aspek spiritual sangat penting terutama untuk pasien yang didiagnosa harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut dan seharusnya perawat bisa menjadi seperti apa yang dikemukakan oleh Henderson, “The unique function of the nurse is to assist the individual, sick or well in the performance of those activities contributing to health or its recovery (or to a peaceful death) that he would perform unaided if he had the necessary strength will or knowledge”,maksudnya perawat akan membimbing pasien saat sakaratul maut hingga meninggal dengan damai.
Biasanya pasien yang sangat membutuhkan bimbingan oleh perawat adalah pasien terminal karena pasien terminal, pasien yang didiagnosis dengan penyakit berat dan tidak dapat disembuhkan lagi dimana berakhir dengan kematian, seperti yang dikatakan Dadang Hawari (1977,53) “orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual,dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”. Sehingga, pasien terminal biasanya bereaksi menolak, depresi berat, perasaan marah akibat ketidakberdayaan dan keputusasaan. Oleh sebab itu, peran perawat sangat dibutuhkan untuk mendampingi pasien yang dapat meningkatkan semangat hidup pasien meskipun harapannya sangat tipis dan dapat mempersiapkan diri pasien untuk menghadapi kehidupan yang kekal.
Dalam konsep Islam, fase sakaratul maut sangat menentukan baik atau tidaknya seseorang terhadap kematiannya untuk menemui Allah dan bagi perawat pun akan dimintai pertanggungjawabannya nanti untuk tugasnya dalam merawat pasien di rumah sakit. Dan fase sakaratul maut adalah fase yang sangat berat dan menyakitkan seperti yang disebutkan Rasulullah tetapi akan sangat berbeda bagi orang yang mengerjakan amal sholeh yang bisa menghadapinya dengan tenang dan senang hati. Ini adalah petikan Al-Quran tentang sakaratul maut,” Datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya.”(QS.50:19).“ Alangkah dahsyatnya ketika orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut.” (QS. 6:93). Dalam Al-hadits tentang sakaratul maut. Al-Hasan berkata bahwa Rasulullah SAW pernah mengingatkan mengenai rasa sakit dan duka akibat kematian. Beliau bertutur, “Rasanya sebanding dengan tiga ratus kali tebasan pedang.” (HR.Ibn Abi ad-Dunya)
Begitu sakitnya menghadapi sakaratul maut sehingga perawat harus membimbing pasien dengan cara-cara,seperti ini:
1. Menalqin (menuntun) dengan syahadat. Sesuai sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
2. Hendaklah mendo’akannya dan janganlah mengucapkan dihadapannya kecuali kata-kata yang baik.
Berdasarkan hadits yang diberitakan oleh Ummu Salamah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda. Artinya : “Apabila kalian mendatangi orang yang sedang sakit atau orang yang hampir mati, maka hendaklah kalian mengucapkan perkataan yang baik-baik karena para malaikat mengamini apa yang kalian ucapkan.” Maka perawat harus berupaya memberikan suport mental agar pasien merasa yakin bahwa Allah Maha Pengasih dan selalu memberikan yang terbaik buat hambanya, mendoakan dan menutupkan kedua matanya yang terbuka saat roh terlepas dari jasadnya.
3. Berbaik Sangka kepada Allah
Perawat membimbing pasien agar berbaik sangka kepada Allah SWT, seperti di dalam hadits Bukhari“ Tidak akan mati masing-masing kecuali dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah SWT.” Hal ini menunjukkan apa yang kita pikirkan seringkali seperti apa yang terjadi pada kita karena Allah mengikuti perasangka umatNya.
4. Membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut
Disunnahkan bagi orang-orang yang hadir untuk membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut tersebut dengan air atau minuman. Kemudian disunnahkan juga untuk membasahi bibirnya dengan kapas yg telah diberi air. Karena bisa saja kerongkongannya kering karena rasa sakit yang menderanya, sehingga sulit untuk berbicara dan berkata-kata. Dengan air dan kapas tersebut setidaknya dapat meredam rasa sakit yang dialami orang yang mengalami sakaratul maut, sehingga hal itu dapat mempermudah dirinya dalam mengucapkan dua kalimat syahadat. (Al-Mughni : 2/450 milik Ibnu Qudamah)
Disunnahkan bagi orang-orang yang hadir untuk membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut tersebut dengan air atau minuman. Kemudian disunnahkan juga untuk membasahi bibirnya dengan kapas yg telah diberi air. Karena bisa saja kerongkongannya kering karena rasa sakit yang menderanya, sehingga sulit untuk berbicara dan berkata-kata. Dengan air dan kapas tersebut setidaknya dapat meredam rasa sakit yang dialami orang yang mengalami sakaratul maut, sehingga hal itu dapat mempermudah dirinya dalam mengucapkan dua kalimat syahadat. (Al-Mughni : 2/450 milik Ibnu Qudamah)
5. Menghadapkan orang yang sakaratul maut ke arah kiblat
Kemudian disunnahkan untuk menghadapkan orang yang tengah sakaratul maut kearah kiblat. Sebenarnya ketentuan ini tidak mendapatkan penegasan dari hadits Rasulullah Saw., hanya saja dalam beberapa atsar yang shahih disebutkan bahwa para salafus shalih melakukan hal tersebut. Para Ulama sendiri telah menyebutkan dua cara bagaimana menghadap kiblat :
a) Berbaring terlentang diatas punggungnya, sedangkan kedua telapak kakinya dihadapkan kearah kiblat. Setelah itu, kepala orang tersebut diangkat sedikit agar ia menghadap kearah kiblat.
b) Mengarahkan bagian kanan tubuh orang yang tengah sakaratul maut menghadap ke kiblat. Dan Imam Syaukai menganggap bentuk seperti ini sebagai tata cara yang paling benar. Seandainya posisi ini menimbulkan sakit atau sesak, maka biarkanlah orang tersebut berbaring kearah manapun yang membuatnya selesai.
F. MORAL DAN ETIKA DALAM MENDAMPINGI PASIEN SAKARATUL MAUT
Perlu diketahui oleh petugas kesehatan tentang moral dan etika dalam pendampingan pasien sakaratul maut. Moral dan etika inilah yang dapat membantu pasien, sehingga pasien akan lebih sabar dalam mengahadapi sakit yang di deritanya.
Dalam banyak studi, dukungan sosial sering dihubungkan dengan kesehatan dan usia lanjut. Dan telah dibuktikan pula bahwa dukungan sosial dapat meningkatkan kesehatan. Pemebrian dukuangan sosial adalah prinsip pemberian asuhan. Perilaku petugas kesehatan dalam mengeksperikan dukungan meliputi :
1. Menghimbau pasien agar Ridlo kepada qadha dan qadarnya-Nya serta berbaik sangka terhadap Allah Swt.
2. Menghimbau pasien agar tidak boleh putus asa dari rahmat Allah Swt.
3. Kembangkan empati kepada pasien.
4. Bila diperlukan konsultasi dengan spesialis lain.
5. Komunikasikan dengan keluarga pasien.
6. Tumbuhkan harapan, tetapi jangan memberikan harapan palsu.
7. Bantu bila ia butuh pertolongan.
8. Mengusahakan lingkungan tenang, berbicara dengan suara lembut dan penuh perhatian, serta tidak tertawa-tawa atau bergurau disekitar pasien
9. Jika memiliki tanggungan hak yang harus pasien penuhi, baik hak Allah Swt (zakat, puasa, haji, dll) atau hak manusia (hutang, ghibah, dll). Hendaklah dipenuhi atau wasiat kepada kepada orang yang dapat memenuhi bagi dirinya. Wasiat wajib atas orang yang mempunyai tanggungan atau hak kepada orang lain.
G. PELAYANAN HOMECARE
a) Pengertian
Homecare adalah perawatan pasien di rumah yang melibatkan anggota keluarga dalam proses perawatan dan penyembuhan pasien. Perawatan ini dibantu oleh tim kesehatan professional (dokter, perawat / fisiotherapist) yang bias di datangkan ke rumah pasien sewaktu-waktu jika diperlukan.
b) Manfaat :
1. Pasien lebih dekat dengan keluarga sehingga menciptakan rasa aman dan nyaman antara pasien dan keluarganya
2. Melibatkan keluarga dalam perawatan pasien sehingga pasien tidak merasa diabaikan
3. Meningkatkan kualitas hidup pasien
4. Menghemat biaya
5. Keluarga tidak kehilangan waktu dan tenaga untuk pergi-pulang ke rumah sakit
c) Pasien Homecare
1. Penderita lanjut usia yang tidak dirawat di rumah sakit tetapi masih memerlukan pelayanan kesehatan
2. Bayi / Anak-anak yang berkebutuhan khusus dan memerlukan pelayanan kesehatan khusus untuk tumbuh kembang mereka
3. Pasien pasca rawat inap dari rumah sakit
4. Pasien yang dinyatakan oleh ahli medis bahwa penyakitnya parah dan secara medis tidak dapat disembuhkan lagi
Melihat pasien homecare di no. 4 menunjukkan salah satu metode tersebut sesuai dengan pasien yang menghadapi sakaratul maut. Perawatan secara teratur seorang pasien di rumah oleh tim medis (home care) bisa mengantarkan pasien yang menghadapi sakaratul maut mencapai khusnul khatimah atau kematian terbaik di tengah kehangatan keluarganya.
Meninggal dunia di rumah dengan ditunggui sanak keluarga tersayangmerupakan dambaan bagi setiap orang. Kebanyakan pasien yang tinggal di rumah, semuanya ditunggui oleh keluarga di waktu meninggal. Mereka meninggal antara pukul 00.00-06.00, disusul 06.00-12.00 dan 18.00-24.00. Penyebab kematian diduga karena stadium akhir. (dr. Probosuseno, Sp.PD, K-Ger, 2010)
Adanya perawatan di rumah tersebut membuat pasien merasa dibesarkan hatinya dengan adanya dialog, saling berbagi rasa dengan sanak keluarga sehingga bias mengurangi rasa sakit ataupun kesedihan yang dirasa.
Homecare merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perawatan dalam menghadapi kondisi tubuh yang semakin rapuh. Perawatan homecare merupakan salah satu bentuk perawatan paliatif yang merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan yang manusiawi dengan tujuan menghilangkan penederitaan dan meningkatkan kualitas hidup penderita dan keluarga.
H. HUBUNGAN PERAWAT-PASIEN
Hubungan interpersonal merupakan alat yang ampuh untuk membangun hubungan perawat-pasien. Mutu hubgan ini dimulai sejak pasien pertama kali bertemu dengan perawat, kemudian direfleksikan pada tingkat pencapaian tujuan asuhan keperawatan. Oleh karena itu perawat harus mampu menggunakan pengetahuan tentang teori-teori komunikasi dan pengembangan diri sehingga dapat membangun hubungan saling membantu (helping relationship).
Rogers dalam Stuar & Sundeen (1990), mendefinisikan hubungan saling membantu, yaitu suatu situasi yang salah satu pihak mempunyai niat untuk meningkatkan pertumbuhan, pengembangan maturitas, peningkatan fungsi, dan peningkatan kemampuan koping kehidupan pihak lain.
Hubungan perawat-klien menjadi inti dalam pemberian asuhan keperawatan, karena keberhasilan penyembuhan dan peningkatan kesehatan pasien sangat dipengaruhi oleh hubungan perawat-pasien. Terdapat beberapa konsep dasar tentang hubungan perawat-pasien yang sangat relevan dalam praktik keperawatan professional, yaitu konsep tentang hubungan empati, dan caring. (Kozier et al, 1997)
a) Konsep empati
Kemampuan seorang perawat untuk berempati kepada pasien mempunyai pengaruh besar terhadap hubungan perawat-pasien. Empati berarti kemampuan untuk masuk ke dalam kehidupan orang lain, sehingga dapat memersepsikan secara akurat perasaan orang tersebut dan memahami arti perasaan tersebut bagi yang bersangkutan. Empati menambah suatu dimensi lain bagi adanya saling pengertian di antara perawat-pasien. Sikap empati dapat membantu pasien mengerti dan mengeksplorasi perasaannya sehingga dapat mengatasi masalahnya (Potter & Perry, 1997)
b) Konsep caring
Caring berarti mengandung 3 hal yang tak dapat dipisahkan yaitu perhatian, tanggung jawab, dan dilakukan dengan ikhlas (Kozier & Erb, 1998). Ide tentang caring menyatu dalam hubungan membantu. Perasaan bahwa pasien diperhatikan sebagai individu membuat pasien merasa aman walaupun dalam keadaan sakit. Sikap perawat yang memrhatikan, mau membantu, dan menghargai pasien akan membantu mengurangi kecemasan pasien. Sikap caring juga akan meningkatkan kepercayaan pasien pada perawat.
BAB III
KESIMPULAN & SARAN
A. KESIMPULAN
Perawatan kepada pasien yang menghadapi sakaratul maut (dying) oleh petugas kesehatan dilakukan dengan cara memberi pelayanan khusus jasmaniah dan rohaniah sebelum pasien meninggal. Perawat memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual pasien sakaratul maut dengan memperhatikan moral, etika serta menumbuhkan sikap empati dan caring kepada pasien. Penanganan pasien perlu dukungan semua pihak yang terkait, terutama keluarga pasien dan perlu tindakan yang tepat dari perawat.
Metode homecare menjadi metode yang biasanya dipilih oleh pasien / keluarga pasien untuk merawat pasien sakaratul maut. Perawatan secara teratur seorang pasien di rumah oleh tim medis (home care) bisa mengantarkan pasien yang sekarat mencapai khusnul khatimah atau kematian terbaik di tengah kehangatan keluarganya.
No comments:
Post a Comment